Ketulusan yang Tak Ku Punya

Panas sekali hari ini. Coba saja badanku tidak perlu setinggi ini. Cukup sedang saja. Pastilah aku tak akan dipaksa untuk menjadi pasukan pengibar bendera di sekolah. Rambut panjang indahku harus dipangkas pendek pula. Terlebih kulitku. Gosong. Tak lagi cantik seperti dulu. Ah! Benar-benar menyebalkan.

Kutendang kerikil-kerikil yang tak bersalah selama berjalan kaki menuju pasar. Ibu pun begitu. Tidak tahu aku sudah lelah, masih saja disuruh membeli tepung dan kecap di pasar.

Saat itulah kemudian aku melihat seorang anak kecil jongkok di seberang sebuah kios di pasar. Wajahnya tampak menginginkan sesuatu. Jangan-jangan anak itu mau mencuri, pikirku. Ku hampiri saja supaya penasaran itu segera hilang.

"Kamu sedang apa?"

Aku tegur begitu, anak itu kaget. Tapi ia tidak berlari menjauhiku, tidak seperti dugaan awalku. Aku semakin penasaran.

"Eh ini mbak, saya cuma sedang menunggu ibu itu selesai menjahit."

Aku menengok ke arah yang ditunjuk anak itu. "Kenapa?"

"Saya menunggu kain perca yang nanti dibuang."

Aku semakin bingung. Oh atau mungkin anak ini memang pemulung.

"Untuk apa?"

"Untuk bikin bendera. Saya butuh kain perca warna merah dan putih."

"Bendera?"

"Iya. Saya sering mendapatkan cerita bahwa kita harus menghormat kepada bendera. Simbol penghormatan pada pahlawan kita. Setiap 17 Agustus, saya berdiri jauh di belakang barisan yang upacara di lapangan sana. Nah, saya ingin sekali memiliki bendera sendiri. Agar tidak perlu menunggu 17 Agustus untuk hormat pada bendera. Saya ingin memasang bendera di depan rumah dan hormat setiap hari. Tapi saya nggak punya uang untuk beli. Jadi saya di sini, nungguin ibu itu buang kain. Siapa tahu ada yang warnanya merah dan putih. Nanti saya minta tolong ibu saya untuk menjahitkan bendera untuk saya mbak."

Anak itu menceritakannya dengan menggebu. Saat itulah airmataku menetes. Aku sangat malu sedari tadi hanya bisa mengeluh. Bahkan sempat mencurigainya.

"Lho mbak, kenapa menangis?"
 

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D