Prompt #72: Baju Warna Kulit

(image source: here)

"Baju senam warna kulit, di mana kau?" Ku bongkar isi lemariku. Pink, biru muda, tosca, ungu. Siapa yang meracuni lemariku dengan warna sebanyak itu? Aku tidak suka! Ku lempar semua ke luar. Bertebaran di lantai kamar.

Aku ingat pernah membeli banyak baju warna kulit. Tapi mengapa sekarang tak kutemukan satu pun. 

"Berantakan sekali, Dek. Cari apa?" 

Aku berlari ke arah Kak Fano di ambang pintu. "Di mana baju warna kulitku? Pasti Kakak, kan, yang menyembunyikan? Kembalikan!"

"Kau selalu menggila setiap kali memakainya. Kakak buang semuanya." Kak Fano memunguti baju-baju di lantai. "Cobalah pakai ini, atau ini, atau yang ini. Semua baru. Kakak yang pilih. Pasti kamu cantik memakainya."

"Tidak, Kak! Tidaaaak! Tidaaaak!" Aku menggumamkan kata itu terus dan terus. Kugelengkan kepalaku kuat-kuat. Tak berhenti. Hei, ternyata ada sensasi menyenangkan saat melakukannya. Kupejamkan mata dan terus menggerakkan kepala. Otakku bisa kocak, tidak, ya? Barang kali ingatanku juga bisa lebur. Geleng semakin keras, semakin keras.

Tiba-tiba Kak Fano memegang kepalaku dengan kedua tangannya. Menghentikan gerakku. Memaksa mataku fokus padanya. 

"Oke. Oke. Kakak kembalikan. Tapi kau harus janji, tidak menggila setelah memakainya."

"Jadi benar tak kau buang?"

"Tidak. Cepat berjanjilah!"

"Janji!" 

Barusan aku berjanji apa? Oh, tidak menggila. Kakak ini bisa saja. Kapan aku pernah menggila? Aku hanya mengekspresikan isi hati dan isi kepala. Sudahlah, tak perlu menjelaskannya. Yang penting, baju warna kulitku kembali.

***

Baju warna kulit akan mempertajam lekuk tubuhku yang indah ini. Oh tidak! Ada lipatan lemak di perutku. 

Aku melihat lebih dekat pantulanku di cermin. Meneliti tiap centi tubuhku. Benar! Lipatan di perut ini begitu kentara. 

Aku menari saja. Ia dulu senang melihatku menari. Ku putar musik dan bergerak tanpa henti. Melompat. Berputar, berputar, berputar. Seluruh tubuhku terasa ringan. Aku senang.

Tiba-tiba ingatan itu kembali hadir. Merusak perasaanku yang sedang senang. Amarahku memuncak. Air mataku meluncur turun. Kuputuskan kembali bergerak lebih keras agar ingatan itu hilang.

"Dek, makan dulu." Kak Fano sudah melangkah memasuki kamarku membawa nampan berisi makanan entah. Sejak kunci kamarku hilang, ia selalu muncul tiba-tiba. Menyebalkan.

"Aku tidak mau makan!"

"Harus!" Ia membimbingku duduk dan menyuapkan sesendok demi sesendok hingga nasi di piring tandas. Dipaksanya juga aku menghabiskan susu dalam gelas. 

Kak Fano akhirnya ke luar juga dari kamar. Membawa nampannya. Langsung saja aku berlari ke kamar mandi. Menunduk di atas kloset. Memasukkan telunjukku ke dalam mulut dan mendorongnya semakin ke dalam. Meluncurlah semua isi perutku. Nasi, susu, dan segala macam. 

"SIA!" Teriakan Kak Fano mengagetkanku. Tubuhku limbung. Aku jatuh terjerembab di lantai kamar mandi.

"Aku tidak ingin gemuk. Aku tidak ingin gemuk. Semua makanan tadi membuatku gemuk." Kugelengkan kepala untuk mempertegas ucapanku.

"Gemuk? Lihat!" Kak Fano mengangkat kedua tanganku ke depan mataku. "Badanmu sudah seperti tulang berbalut kulit! Sadarlah! Beratmu sudah menurun drastis!"

"Ferdian bilang aku gemuk. Lipatan di perut ini. Lihat, Kak!" Ku cubit perutku. Sulit.

"Laki-laki itu lagi! Akan ku bunuh dia karena membuatmu seperti ini!" Sorot mata Kak Fano menajam.

"Bunuh? Lalu perempuan penari yang lebih luwes, lebih langsing, lebih cantik, lebih seksi, lebih..."

"DIAM! Ya! Dia akan ku bunuh juga!"

***
*499 kata, belum termasuk judul.

Cita-Cita di Lubuk Hati

(image source: here)

Hari ini wisuda kelulusanku. Hari di mana aku dapat menambahkan gelar S. A. di belakang namaku dan membuat ibuku tersenyum bangga. Terlebih dengan selempang cumlaude yang tersampir di luar baju togaku. Usaha Ibu membayar mahal kuliahku, di samping kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah adikku yang masih SMA, seolah terbayar sudah. Ku rasa Ayah di surga juga melihatku saat ini.

Seharusnya aku membuat surat lamaran dan CV untuk dikirimkan ke perusahaan-perusahaan. Seharusnya aku berburu informasi lowongan-lowongan kerja dari berbagai media. Namun semua itu tidak kulakukan karena bukan itu yang kuinginkan. 

Tiga tahun aku menjalani masa kuliah yang membosankan. Bergelut dengan angka dan materi akuntansi lainnya. Berjuang untuk mendapatkan nilai terbaik di setiap mata kuliah. Semua itu demi Ibu. Orang yang sangat menghendaki aku memilih jurusan itu.

Ibu tak pernah mengerti bahwa aku ingin menjadi penulis. Ia hanya tahu aku suka sekali membaca.

Padahal aku benar-benar ingin menjadi penulis. Seolah hanya itu tujuan hidupku. Karena itulah, aku memberitahukan padanya bahwa setelah kelulusan ini, aku hanya akan melakukan hal-hal yang kuinginkan. Perdebatan panjang akhirnya terjadi, namun pada akhirnya Ibu memilih mengalah.

***

Pagi pergi, berganti siang. Siang pergi meninggalkan semburat jingga pada langit senja. Kemudian hadirlah malam dengan suara jangkrik yang saling bersahutan.

Pergantian waktu itu hanya menjadi penanda kapan aku harus membuka gorden dan jendela kamarku dan kapan aku harus menutupnya kembali. Karena hari-hari kuhabiskan di dalam kamar. Ke luar hanya ketika lapar, juga mandi karena tak ingin tubuhku dipenuhi daki. 

Laptop menjadi kawanku mengisi hari. Ketika ia menyala dan menghadirkan halaman kosong, kutumpahkan isi kepalaku menjadi berbaris-baris tulisan yang membentuk rangkaian kisah. Indah dan hidup. Menurutku.

Kukumpulkan alamat email tabloid, majalah, juga surat kabar. Kemudian kukirimkan segera tulisan-tulisanku ke sana setelah selesai ku baca ulang dan memastikan tak ada kesalahan ketik maupun lubang pada logika. Begitu percaya diri.

Tak hanya cerpen, bahkan aku berhasil menamatkan sebuah naskah novel. Kupilih sebuah penerbit ternama dan kukirimkan naskah itu setelah kubalut doa. Namun, penantian selama tiga bulan justru berbuah penolakan yang sempat membuatku sakit hati.

Aktivitas seperti ini sudah kujalani kira-kira hampir satu tahun lamanya. Dari sekian puluh judul cerpen yang kukirimkan, hanya ada dua yang lolos masuk dalam majalah remaja. Menjadi penulis ternyata tak semudah yang kubayangkan. Aku belum ingin menyerah. Masih betah berjuang. Karena berjuang untuk sesuatu yang benar-benar diinginkan tak akan menjadikanku lelah atau bosan.

***

"Dini, Ibu ke rumah Bu Saodah dulu, ya," pamit Ibu suatu malam ketika aku sedang membaca buku di dalam kamar.

"Mau ngapain, Bu?"

"Pengajian. Bu Saodah sama suaminya kan mau berangkat haji." 

Setelah malam itu, Ibu terus menggumamkan, kapan ia bisa naik haji. Ibu memang tak pernah membicarakannya langsung denganku. Namun aku dapat menangkap harapan yang menggebu di sorot matanya yang sayu. Bahkan tak jarang aku memergokinya merenung begitu lama sambil menatap gambar besar kakbah yang terbingkai di ruang tamu.

***

"Rapi sekali kamu, Din. Mau ke mana?" tanya Ibu ketika melihatku ke luar dari kamar pagi ini.

Wajar Ibu bertanya. Pukul 07.00 bukanlah jam bangunku biasanya. Apalagi saat ini aku sudah wangi dengan setelan kemeja dan rok span selutut.

"Wawancara kerja, Bu. Doakan Dini, ya." Aku berpamitan dan mencium punggung tangan Ibu.

Maaf ya, Bu. Seharusnya ini kulakukan satu tahun yang lalu. Tak apa ya, Bu. Hari ini aku akan berjuang agar diterima kerja dan segera dapat menyisihkan gaji bulananku untuk tabungan haji Ibu.

Biar saja cita-cita menjadi penulis kupikirkan nanti. Aku tak ingin egois lagi. Karena rupanya penulis yang sedang merintis  tak memiliki penghasilan pasti.

***

*573 kata, belum termasuk judul.
*ditulis untuk diikutsertakan dalam #AttarAndHisMindFirstGiveaway 

Selamat ulang tahun untuk blognya Bang RIga :)

Prompt #71: Keliling Indonesia

(image source: here)

"Kamu mau kita ke mana, Sayang?" tanyaku masih depan tatapan lekat ke jalan di depan.

"Eng... keliling-keliling sekitar sini aja dulu, Mas. Udaranya seger." Setelah bergerak-gerak mencari posisi duduk yang nyaman menurutnya, ia memperhatikan seisi mobil. Kemudian matanya tertuju pada kacamata hitam di atas dasbor. Ia mengambilnya, kemudian mengenakannya.

"Kamu cantik," ujarku tulus. 

Ia tersipu. Senyumnya mengembang. Kemudian ia kembali melihat ke depan. Kacamata yang tadi dikenakannya, didorong ke atas hingga menyerupai bandana di kepala. 

"Kamu pengin ke mana setelah ini? Sebut saja! Kekasihmu ini akan mengantarmu kemanaaa saja." Aku kembali membuka pembicaraan.

"Kalau begitu, aku mau keliling Indonesia. Menikmati pantai-pantai di Bali, soalnya aku pengin lihat bule secara langsung, Mas. Lalu ke Sumatera, ya. Aku penasaran sama kabut asap di sana. Oh ya, satu lagi. Ke Jakarta. Terjebak macet sepertinya menyenangkan. Di sini kan, nggak ada."

"Ke Bali sih, masih masuk akal. Pantainya bagus. Tapi kalau alasanmu pengin ke Sumatera dan Jakarta karena itu, agak aneh aja hahaha. Dasar kamu!"

"Katanya terserah aku." Bibirnya mengerucut. Kedua tangannya dilipat di depan dada. Sikapnya justru membuatku gemas. Kuacak rambutnya hingga ia semakin kesal.

"Mas... Mas... MAAAS!" Tiba-tiba ada seorang lelaki berteriak seolah jarak kami sekian ratus meter. Membuat telingaku berdengung. Mengganggu saja.

Sorot matanya sangat tajam. "Sudah main-mainnya? Saya mau melanjutkan perjalanan, nih!" 

Dengan mempertahankan cengiran lebar, aku pun melompat ke luar dari mobil. Kemudian berjalan memutar dan membantu kekasihku turun. Kemudian setelah berlari, kami tinggalkan lelaki itu.

"Woi! Kacamataku!" teriak lelaki itu lagi.

Aku kemudian teringat kacamata di kepala kekasihku. Buru-buru kukembalikan pada pemiliknya.

"Baru juga ditinggal sebentar. Dasar orang kampung!" Jarakku belum terlalu jauh, sehingga gerutuan lelaki itu masih bisa kudengar.

"Jangan diambil hati! Nanti aku beli mobil sendiri. Setelah itu kita ke Bali, Sumatera, dan Jakarta, ya." Kekasihku mengangguk dan mempererat genggamannya.

***
*294 kata, belum termasuk judul.

Review: Sukses Membangun Toko Online


Judul : Sukses Membangun Toko Online
Penulis : Carolina Ratri
Editor : Herlina P. Dewi
Penerbit : Stiletto Book
Cetakan : Pertama, Juli 2014
Tebal : 211 halaman
ISBN : 978-602-7572-29-4

Di era internet seperti sekarang ini, siapa sih yang nggak tahu onlineshop? Dan siapa pula yang melewatkan kesempatan untuk ikut berbisnis onlineshop?

Berbondong-bondong orang menjajal peruntungan mereka dengan membuka onlineshop. Menjual berbagai macam produk dengan cara promosi yang beraneka ragam pula. Ada yang berhasil, hingga omset per bulannya mencapai jutaan atau bahkan puluhan juta rupiah. Ada juga yang kurang berhasil, boro-boro pembeli, bahkan pengunjung yang sudi mampir pun bisa dihitung jari. 

Nah, aku termasuk yang kurang berhasil itu. Aku pernah mencoba membuka onlineshop pakaian-pakaian cewek. Jujur saat itu karena tergiur dengan sebuah onlineshop serupa yang laris manis bak jualan kacang rebus. Saat itu sosmed yang sedang in masih facebook.

Berbekal modal yang tak seberapa, aku bersama dua teman membuka sebuah onlineshop. Kami hunting pakaian ke toko-toko baju grosir. Memilih pakaian mana saja yang kira-kira bakal laku terjual. Kemudian menentukan nama brand dan mengatur promosi. Rupanya membuka bisnis mulai dari nol itu susyaaaahnya minta ampun. Terlebih kami harus menyejajarkan tiga kepala yang masing-masing memiliki selera dan ide yang berbeda, sehingga sering berbenturan. Alhasil, onlineshop tersebut bubar jalan. Produk yang tersisa kami jual murah untuk menghabiskan stok saja.

Tidak kapok sampai di situ, aku kembali mencoba. Kali ini menjadi reseller sebuah produk sepatu homemade yang berpusat di Bandung. Mengapa reseller? Karena aku tidak perlu mengeluarkan banyak modal seperti sebelumnya, juga tidak perlu berpanas-panasan di luar untuk hunting dagangan. Cukup dengan koneksi internet yang bagus.

Awalnya lancar-lancar saja. Pembeli pun lumayan lah. Tetapi lama kelamaan, produsen mulai tidak konsisten. Mulai dari produksi yang melebihi tenggat waktu yang dijanjikan, kesalahan pembuatan, sampai owner yang sulit dihubungi. Berhubung aku yang menjadi reseller, otomatis aku yang kena semprot langsung dari customer. Akhirnya setelah customer terakhir mendapatkan pesanannya, aku memutuskan berhenti saja daripada lelah hati.

Kemudian aku menemukan buku "Sukses Membangun Toko Online" di toko buku. Isinya menarik dan berhasil menyentilku untuk kembali membangun sebuah onlineshop. 

Carolina Ratri, penulisnya, menjelaskan apa itu onlineshop dan persiapan apa saja yang dibutuhkan untuk membangun sebuah onlineshop sebagai pembuka buku ini. Seperti seorang ibu yang dengan sabar menuntun anak balitanya belajar jalan, penulisnya benar-benar memandu pembaca mulai dari awal.

Selayaknya sebuah showroom, produk-produk dari onlineshop juga sudah seharusnya ditata sedemikian rupa. Nah di sini, penulisnya memberikan panduan bagaimana melakukan manajemen konten (Bab III). Coba bayangkan, jika kita memasuki sebuah toko yang lebih pantas disebut gudang karena produk yang dijual berantakan dan tumpang tindih tidak karuan, pasti kita akan memilih untuk ke luar dan tidak jadi melihat-lihat, bukan? Tidak peduli sebagus apapun kualitas produk yang ditawarkan.

Toko online juga harus cantik. Gunanya tentu saja untuk menarik pengunjung. Sebagai bocoran, selain tip mempercantik toko online yang mudah dipraktekkan, buku ini juga memberikan referensi website penyedia template gratis. Lumayan kan. (Bab IV)

Toko sudah cantik, produk sudah tertata rapi, selanjutnya adalah bagian terpenting dari membangun toko online. Hayo apaaa? Yak! PROMOSI!

Bukan hanya menyebutkan sosmed apa saja yang bisa digunakan sebagai media promosi (itu mah sejuta orang Indonesia juga tahu ya), penulisnya juga memberikan tip-tip menjalankan promosi yang maksimal. Juga bagaimana membangun komunikasi yang baik dengan pelanggan. Tambahan lagi, disebutkan referensi fasilitas auto posting yang bisa membantu kita tetap terlihat aktif tanpa harus duduk 24 jam di depan laptop. (Bab V)

Masih ada ulasan lain yang tak kalah pentingnya, yaitu mengenai analisis pengunjung web, bagaimana mendapatkan pelanggan, referensi toko online yang terbilang sukses, serta bagaimana melakukan manajemen keuangan yang baik. Paket komplet.

Belajar dari buku ini, aku jadi tahu kekuranganku dulu, yang bikin onlineshop-ku mandek. Bahwa aku tidak punya keberanian untuk memulainya sendiri. Aku hanya cari gampangnya saja dan tidak mau ambil risiko. Aku juga belajar bagaimana menjalin komunikasi yang baik dengan customer.

Jangan memikirkan yang rumit-rumit dulu ya. Anda harus mulai mencoba sekarang setelah selesai membaca buku ini. Masalah memang akan selalu tampak rumit, namun ketika kita sudah mendapatkan jalan, kadang kita tersadar kalau ternyata solusinya begitu sederhana. -- hal 199
Bagaimana? Sudah tertarik membuka toko online?

Nb: warna-warni sampulnya sangat eye catching. Memudahkanmu menemukannya di antara jajaran buku non fiksi lain di toko buku. 

http://www.redcarra.com/sukses-membangun-toko-online-book-review-contest/

Sale: Buku-Buku Kolpri

(image source: here, edited by me)


Saya sangat suka membeli dan membaca buku. Nah, kali ini, saya ingin merelakan beberapa koleksi buku saya untuk dijual. Uang penjualannya kan jadi bisa dibuat beli buku baru lagi tuh... :D

Buku-buku yang saya jual, semuanya ready stock, karena memang milik pribadi. Kondisinya juga masih bagus. Beberapa malah masih segel.

Berikut daftar buku-buku yang saya jual:



1. Curhat LDR - Amoura Xeza dkk - (kumcer-kolpri) - 25.000
2. Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya - Dewi Kharisma Michellia - (novel-segel) - 36.000 (SOLD)
3. Surat Cinta untuk Kisha - Bintang Berkisah - (novel-segel) - 35.000
4. Wajah Terakhir - Mona Sylviana - (kumcer-segel) - 25.000 (SOLD)
5. Kumpulan Budak Setan - Eka Kurniawan dkk - (kumcer-segel) - 26.000 (SOLD)
6. Digital Love - Kancut Keblenger - (kumcer-kolpri) - 25.000
7. Cine Us - Evi Sri Rejeki - (novel-kolpri) - 30.000
8. Buli-Buli Lima Kaki - Nirwan Dewanto - (buku puisi-segel) - 32.000 (SOLD)
9. Cemburu itu Peluru - Anji dkk - (kumcer-segel) - 40.000 (SOLD)
10. Mati, Bertahun yang Lalu - Soe Tjen Marching - (novel-kolpri) - 23.000 (SOLD)
11. 86 - Okky Madasari - (novel-segel) - 35.000 (SOLD)
12. Hujan Punya Cerita tentang Kita - Yoana Dianika - (novel-kolpri) - 30.000
13. Rahasia Selma - Linda Christanty - (kumcer-segel) - 25.000 (SOLD)
14. Koin Terakhir - Yogie Nugraha - (novel-segel) - 40.000
15. Teen Idol - Meg Cabot - (novel-kolpri) - 15.000



16. Remember Dhaka - Dy Lunaly - (novel-kolpri) - 25.000
17. Cahaya Mata - Agustina Ardhani Saroso - novel - kolpri - 25.000
18. The Ninth - Ferenc Barnas - (novel-kolpri) - 30.000
19. Pre Wedding Rush - Okke 'Sepatu Merah' - (novel-kolpri) - 30.000
20. Parker Investigation - Agatha Christie - (novel-segel) - 23.000
21. Botchan - Natsume Soseki - (novel-segel) - 30.000 (SOLD)
22. Balada Si Roy - Gol A Gong - (novel-segel) - 30.000 (SOLD)
23. The Uncencored Confessions - Nina Malkin - (novel-kolpri) - 25.000
24. Cinta Brontosaurus - Raditya Dika - (personal literature-kolpri) - 15.000
25. Bait Surau - Rakha Wahyu&Yus R. Ismail - (novel-kolpri) - 20.000
26. Tolong, Radith Membuat Saya Bego! - Raditya Dika dkk - (personal literature-kolpri) - 15.000
27. Married By Accident - Ve Handojo - (novel-kolpri) - 15.000
28. Conffessions of Shopaholic - Sophie Kinsella - (chicklit-kolpri) - 20.000
29. Cewek Matre - T. Andi Situmorang - (kumcer-kolpri) - 20.000
30. Last Roommate - Theresia Anik - (chicklit-kolpri) - 20.000 (booked)


31. How to be a Writer - Primadonna Angela - (novel-segel) - 25.000
32. Manusia Setengah Salmon - Raditya Dika - (personal literature-kolpri) - 25.000
33. Marmut Merah Jambu - Raditya Dika - (personal literature-kolpri) - 25.000
34. Perkara Mengirim Senja - Vabyo dkk - (kumcer-segel) - 28.000 (SOLD)
35. Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa - Maggie Tiojakin - (kumcer-kolpri) - 40.000 (SOLD)
36. 1000 Musim Mengejar Cinta - Charon - (novel-kolpri) - 27.000 (SOLD)


37. The Butcher - John Lutz - (novel-segel) - 30.000
38. Penembak Misterius - Seno Gumira Ajidarma - (kumcer-segel) - 25.000 (SOLD)
39. The Treatment - Mo Hayder - (novel-segel) - 30.000
40. Starters - Lissa Price - (novel-segel) - 35.000
41. Warm Bodies - Isaac Marion - (novel-segel) - 30.000 (SOLD)
42. Ken Dedes - Wawan Susetya - (novel-segel) - 40.000 (SOLD)


43. Delapan Sisi - Adityarakhman, Norman Erikson pasaribu, dll - (Omnibook-segel) - 21.000
44. Mata Sayu Itu Bercerita - Guntur Alam - (kumcer-segel) - 33.000
45. LDR - Riawani Elyta, Christina Juzwar, dll - (kumcer-kolpri) - 23.000
46. Posesif - Christina Juzwar - (novel-kolpri) - 26.000
47. Her Sunny Side - Koshigaya Osamu - (novel-kolpri) - 28.000
48. Persiden - Wisran Hadi - (novel-segel) - 30.000


Kalau belum puas dengan foto di atas, boleh nanya-nanya dulu mengenai kondisi bukunya. Tapi untuk harga, jangan ditawar lagi ya, kan sudah murah, hehe.
Silakan mention twitter @didotanindita atau ninggalin komentar di bawah postingan ini kalau ingin ngobrol lebih banyak tentang bukunya.

 Tata cara pemesanan:
- SMS/WA ke 083838099972 atau invite BBM 29DA0CDF. Sebutkan nama, alamat, dan buku yang mau dipesan :)
- Saya akan memberikan rincian yang harus ditransfer (harga buku+ongkir) serta nomor rekening.
- Setelah transfer, mohon konfirmasikan kembali ke saya, ya.
- Buku akan segera dikirim setelah konfirmasi transfer. Pengiriman menggunakan JNE (dikirim dari Semarang).
- Resi akan saya beritahukan setelah buku dikirim.

Ayo dipilih-dipilih ~~~

Review: U-Turn

 
Judul : U-Turn
Penulis : Nadya Prayudhi
Penyunting : Arief Ash Shiddiq
Perancang Sampul : Diela Maharanie
Penerbit : Plotpoint
Cetakan : Pertama, April 2013
Tebal : 228 halaman
ISBN : 9786029481259

Blurb
Karin selalu takut mencintai dirinya. Hampir separuh hidupnya ia mencari cinta dari orang lain. Baginya, itu jauh lebih mudah. Namun, kini orang dia pikir akan jadi cinta terakhirnya memutuskan untuk pergi.

Kehilangan Bre memaksa Karin kembali beradu dengan luka-luka hidupnya yang masih menganga. Dunianya kini jadi jungkir balik. Kini Karin terpaksa melihat kembali ke titik-titik penting perjalanan hidupnya. Mulai dari saat Bre menatapnya dalam mobil waktu itu. Mulai dengan mencari penebusan pertanyaan Bre: "Karin, apa benar - lo dulu pernah membunuh orang?"

Kini hidupnya terhenti. Karin tahu dia tidak lagi bisa terus berjalan. Dia harus berbalik.

Review
Novel ini memiliki plot yang apik dengan konflik yang sangat kompleks dan gaya bercerita yang enak dibaca. Terlepas dari beberapa kata yang typo dan tidak sesuai EYD, misalnya: napsu, alih-alih nafsu (hal. 10); mengacuhkannya, alih-alih 'tidak mengacuhkannya' (karena kalimat mengarah pada ketidakpedulian, hal. 14); penggunaan 'di' sebagai awalan dan kata depan yang terbolak-balik; juga nafas, alih-alih napas (hal. 30).

Di bagian profil, penulis menceritakan bahwa ia membutuhkan waktu sembilan tahun untuk menyusun novel ini. Sebuah perjuangan yang berujung manis kurasa. Karena aku sebagai pembacanya merasakan kepuasan dengan seluruh kisah yang ia sajikan.

Semua tokoh memiliki posisi dan alasan mengapa ia ada di novel ini. Kemudian seluruh kejadian ada korelasinya dengan kejadian lain. Bukan hanya adegan tempelan. Misalnya ketika ibu Karin sakit keras, ayahnya menyuruh Karin segera pulang. Namun ibunya justru bersikeras agar Karin tak usah pulang. Awalnya aku bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang ibu tak ingin melihat anaknya yang sudah sekian tahun tak kembali ke Indonesia. Ternyata semakin ke belakang, aku mendapatkan jawabannya. Penulis bisa menggiringku untuk menyimpulkan sendiri tanpa perlu ia jelaskan panjang lebar.

Aku suka dengan profesionalitas kerja tokoh utama novel ini, Karin. Meskipun ia sakit secara psikologis, ia tetap dapat bertanggung jawab dan profesional terhadap pekerjaannya, bahkan bisa dibilang berprestasi. Secara keseluruhan, aku suka dengan karakter Karin. Ia bukan manusia sempurna. 

Walaupun sebenarnya, dari keseluruhan tokoh, aku justru paling suka dengan Kalista, yang porsinya sangat sedikit di novel ini. Ia memiliki keikhlasan yang luar biasa. Sesuatu yang sudah jarang kita temui di zaman sekarang, di mana mayoritas orang lebih memikirkan egonya sendiri. Kalista adalah perempuan yang sangat kuat.

Recommended untuk kalian yang suka membaca novel lokal. Karena novel ini benar-benar apik dan sayang untuk dilewatkan. Untuk cover, kisah yang seru, penokohan yang kuat, dan ending yang menarik, aku memberinya 4 bintang dari 5 bintang yang aku punya ^^

Kalahkan Rasa Takutmu!

(image source: here)

Elisa memaksaku mengambil cuti dari pekerjaan kami di Jakarta untuk menghadiri pernikahan sepupunya. Tak mau kepergiannya ke Surabaya hanya ke gedung pernikahan saja, ia memiliki ide untuk berjalan-jalan di hari berikutnya.

Berbekal sepeda motor pinjaman, kami pergi ke Pantai Ria Surabaya. Sembilan kilometer dari pusat kota. Sebuah alasan membuatku ingin mengajaknya ke sana, padahal aku sama sekali buta jalan di Surabaya. Sempat tersesat beberapa kali, namun akhirnya sampai juga. 

"Kamu cari apa, sih?" Elisa sepertinya curiga melihatku yang terus melempar pandangan ketika kami sedang menikmati sepiring rujak cingur di tangan masing-masing.

Sebenarnya aku sedang mencari kuda. Membuktikan hasil browsing-ku benar. 

Akhirnya aku melihatnya. Buru-buru kubayar makanan kami dan menyeret Elisa berlari.

Baru beberapa meter jarak kami dengan kuda itu, Elisa mengempaskan tanganku dan jatuh terduduk. Ia menjerit histeris dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Airmata meluncur turun membasahi pipinya. Traumanya akan kuda ternyata masih sangat kuat.

Kuembuskan napas berat dan memeluknya erat. "Elisa, ketakutan akan selamanya menjadi ketakutan, kecuali kamu menghadapinya! Trauma itu sudah terlalu lama membelenggumu. Tenang saja, aku di sini menjagamu!"

Elisa remaja sangat suka naik kuda. Tapi suatu hari, tiba-tiba kuda yang dinaikinya meringkik dan tak bisa dikendalikan. Setelah terbawa oleh kuda yang berlari kencang, Elisa terjatuh dengan kepala lebih dulu dan membentur batu. Menciptakan sebuah trauma hingga dewasa.

Aku mencintaimu, Elisa. Izinkan aku membantumu menghilangkan trauma itu.

"Kalau masih takut untuk menaikinya, mengelus kepalanya saja dulu, yuk! Tidak akan membuatmu celaka, aku janji! Kamu nggak percaya sama sahabatmu ini?" Aku berdiri dan mengulurkan tangan padanya yang mulai tenang.


*****
*250 kata, belum termasuk judul.
*ditulis untuk mengikuti giveaway Pesta Flash Fiction bersama @NBC_IPB dan @novellinaapsari.

Prompt #69: Sepasang Mata di Mana-Mana

(image source: here)

"Kita harus bicara empat mata!" Trisna menutup pintu di belakangnya dan menguncinya. 

Menurutku, bicara empat mata bisa dilakukan di mana saja. Di tempat ramai sekali pun. Karena toh yang bicara tetap kami berdua, orang-orang lain di sekitar hanya latar yang bisa saja tidak perlu kami pedulikan. Tapi Trisna memilih hotel. Kurasa ada maksud lain selain bicara empat mata. 

Aku melangkah santai ke tempat tidur dan duduk di pinggirnya. "Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu." Trisna mendekat dan duduk di sisiku.

"Aku tahu. Kau sudah sering mengatakannya. Jadi, apa bedanya?"

Trisna meraih wajahku menghadapnya dan menciumku lembut di bibir. Perlahan bibirnya turun ke sekitar telinga dan leherku. Begitu nyaman hingga membuatku larut dalam suasana itu. Aku pun berbaring dan membiarkan Trisna membuka kancing bajuku satu per satu.

Ketika ia berhasil membuat tak ada sehelai benang pun menutupi tubuhku, dahinya mengernyit memandangi dada sampai bawah. Hanya beberapa saat, karena kemudian ia kembali menciumi leherku dan aku menikmati permainan yang ia buat setelahnya.

"Aku suka leher jenjangmu," bisiknya lirih di telingaku. Suaranya terengah-engah.

Ingin mencari kepuasan lebih, ia membalik tubuhku dengan cepat dan diam beberapa saat. Aku menoleh ke belakang dan mendapatinya memandangiku dengan tatapan heran seperti tadi.

Aku melemparkan senyum padanya dan ia seperti tersadar dari lamunan, kemudian melanjutkan permainannya.

Kami tertidur pulas karena kelelahan setelah sebuah lenguhan panjang yang diciptakan Trisna.

***

"Kau suka leherku, kan?" tanyaku pada Trisna yang masih mengedarkan matanya ke sekeliling. Mengamati lembara-lembaran desain tato yang tertempel memenuhi dinding.

Meski sepertinya belum sepenuhnya mengerti apa yang akan kulakukan, Trisna menjawab pertanyaanku dengan anggukan. Aku menyuruhnya duduk di sofa di sudut ruangan.

Seseorang masuk ke dalam ruangan. Damian. Ia adalah seorang pembuat tato profesional yang menjadi sahabatku. Aku suka dengan hasil karya yang dibuatnya di tubuhku selama ini.

"Kali ini di mana lagi?" tanyanya sambil menyiapkan alat-alat.

"Di sini!" Aku menunjuk leher kananku. 

Aku menoleh ke arah Trisna. "Jangan banyak bergerak, ya! Damian akan melukis matamu untukku."

***

"Jadi, tato sepasang mata di dada, perut bagian bawah, dan pinggang belakangmu..."

"Ya! Itu adalah mata dari seluruh laki-laki yang pernah mencintaiku dan tidur denganku,"  jawabku sebelum Trisna menyelesaikan kalimatnya.

Rahang Trisna mengeras. Ia memukul setir mobilnya, kemudian menyambar sebotol minuman bersoda di atas dasbor. Dengan kasar, diminumnya air itu sampai tandas tak bersisa. Mungkin ia berharap itu bisa meluruhkan emosinya yang terpancing karena cemburu buta.

Kami diam.

Tiba-tiba Trisna mencengkeram lehernya sendiri. Apa yang kumasukkan diam-diam tadi dalam botol itu, rupanya mulai bekerja. Mata Trisna melotot ke arahku. Meminta penjelasan.

"Maaf sayang, aku tidak ingin melihat mata yang sama seperti yang sudah menghiasi tubuhku. Tenang saja, matamu akan ikut mengawasi laki-laki selanjutnya yang tidur denganku. Sama seperti tiga pasang mata yang mengawasimu saat itu." 

Aku menunjuk leherku sejenak. "Bagaimana tatoku? Kau suka, kan?" Kuberikan senyum terbaikku untuknya.

******

*461 kata, belum termasuk judul.