Menuju Tempat yang (Tidak) Lebih Baik

(source: here)

“Mengapa kau terus murung selama perjalanan?” Ku rasa aku baru saja mendengar pertanyaan bodoh.

“Lagipula mengapa kau terus tersenyum riang selama perjalanan?”

“Karena aku menikmatinya.”

“Apa yang kau nikmati dari keadaan berdesak-desakan dalam tempat ini? Hanya gelap dan sesak. Bahkan kita tidak bisa melihat pemandangan di luar.”

“Entahlah. Aku merasa sepertinya nanti kita akan hidup dalam keadaan yang lebih baik.”

“Jangan bodoh! Tak ada yang lebih baik daripada tempat tinggal kita sebelumnya.”

“Ah sudahlah aku tak mau bertengkar denganmu. Nikmati saja perjalanan ini dan lihat saja nanti.”

Tetap saja aku tidak percaya pada kehidupan yang lebih baik nanti. Baru perjalanan saja aku sudah tidak nyaman, bagaimana aku harus tinggal di tempat baru nanti.

Biar kujelaskan bagaimana ketidaknyamanan ini. Aku duduk berdesak-desakan dengan yang lain, di dalam tempat yang sempit dan gelap. Belum lagi selama perjalanan ini aku tak mendapatkan makan alih-alih minum, juga harus terguncang-guncang hingga mual. Jadi, bagaimana bisa aku menikmati perjalanan bahkan membayangkan sesuatu yang menyenangkan begitu sampai di tempat tujuan.

Tiba-tiba kendaraan berhenti seketika. Aku mendengar seseorang membuka pintu baja di bagian belakang kendaraan – tempatku dan teman-temanku yang lain berada.

Pria berseragam. Ah aku tak peduli itu. Hembusan angin di luar dan hangatnya matahari yang menerpa kulitku lebih menyita perhatianku. Entah berapa jam aku terkungkung dalam hawa pengap yang menyesakkan. Hingga bertemu udara bebas menjadi sangat membahagiakan.

“Kalian ditangkap karena menyelundupkan hewan yang dilindungi. Apakah kalian tahu itu? lagipula akan kalian bawa kemana hewan-hewan ini?”

“Jangan masukkan kami ke penjara pak. Kami tidak tahu jika itu adalah hewan yang dilindungi.”

“Jawab pertanyaan saya! Akan kalian bawa kemana mereka?” Pria berseragam mulai membentak.

Orang-orang yang memperlakukan kami dengan seenaknya dan memasukkan kami beramai-ramai dalam kotak sempit terlihat tidak berdaya dan mengkerut di hadapan pria berseragam yang kutahu mereka memiliki panggilan ‘pak polisi’.

Aku sengaja mendengarkan dengan seksama percakapan antara mereka. Oh Tuhan, ternyata orang-orang tidak tahu diri itu akan menjualku dan teman-temanku dengan harga yang sangat murah. Mengapa manusia hanya memikirkan kantong mereka?

Sekarang polisi mendekati kotak tempatku berada dan membukanya, kemudian mengangkat salah satu temanku dan menunjukkannya kepada segerombolan orang yang membawa benda yang dapat mengeluarkan cahaya putih menyilaukan ketika mereka menekan sebuah tombol. Seperti kilat kala hujan.

“Kami akan menyita seluruh hewan ini,” ujar polisi yang mengangkat temanku.

Bagus! Kita akan kembali ke tempat asal. Aku sudah sangat merindukan rumah.

“Kami akan memasukkan mereka ke kebun binatang. Sehingga mereka akan mendapatkan perawatan dan perlindungan,” polisi itu menambahkan.

“Kau dengar, kehidupan di kebun binatang pasti lebih baik dari kehidupan kita di rumah,” celetuk temanku tiba-tiba.

“Kau benar-benar bodoh atau apa? Apa bagusnya sebuah tempat dengan alam yang palsu. Kita tidak akan hidup lebih baik dengan pagar dan makanan yang hanya mereka pilihkan. Tidak ada bedanya dengan kotak ini. Hanya saja nanti lebih besar. Dan kau tahu, kakek buyut kita mati di kebun binatang.”

“Sok tahu!”

“Aku banyak mendengar. Jika kau tidak percaya, tunggu saja saat itu tiba.”

Perkenalkan, aku adalah kukang. Dan tidak ada yang lebih aku inginkan selain pulang.

4 komentar

Makasih ya :)
Makasih uda main-main ke sini ^^

Reply

kirain ini ff 100 kata.
ternyata bukan
tapi bagus kok, sudut pandang yang jarang gua baca. hehe
terus berkarya ya

main-main ke blog gua juga ya

Reply

iya bukan. ini tulisan untuk ikut giveaway #CeritaPerjalanan.
makasih ya uda baca :)
oke aku blogwalking ke sana *meluncuuuur*

Reply

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D