Hidup untuk Bermimpi

(source: here)

"Dita, kamu kepengin jadi apa?"

"Jadi dokter."

Itu jawaban setiap ada yang menanyakan apa mimpi saya. Tapi itu dulu. Ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar.

Kemudian mimpi itu berubah...

Ketika penghujung SMP, saya bermimpi menjadi seorang animator.

Ketika SMK, saya  bermimpi menjadi penulis skenario film.

Ketika masuk kuliah, saya bermimpi menjadi wartawan.

Sekarang, mimpi itu berubah lagi, yaitu menjadi seorang penulis buku fiksi. Mengapa fiksi?

Karena saya merasa nyaman menjalaninya. Tidak ada yang tidak mungkin dalam cerita fiksi. Hal-hal yang mustahil ada pun, menjadi sah-sah saja. Dan yang paling penting, saya dapat menyelipkan makna-makna kehidupan ataupun pesan-pesan tanpa terkesan menggurui. Semua tersaji dalam cerita-cerita yang saya buat. Pesan dan makna menjadi hak pembaca untuk menginterpretasikannya.

Siapa bilang dalam fiksi tidak ada fakta?

Justru menyampaikan fakta paling aman adalah melalui cerita fiksi. Pembaca dapat menyadari sendiri fakta yang terkandung dalam cerita tanpa penulis harus menjelaskannya secara gamblang. Berbeda dengan artikel berita yang harus benar-benar mengandung fakta akurat.

Saya rasa tidak ada yang salah dengan perubahan mimpi. Sesuai dengan judul yang saya ambil pada postingan kali ini, Hidup untuk Bermimpi. Ya! Sepanjang hidup ini saya terus bermimpi.

Karena mimpi itu gratis! Jalan menujunya yang tidak gratis. Dan asal tahu saja, harganya sangaaat mahal.

Ini bukan perkara uang saja, tetapi juga perkara tenaga, hati, waktu, dan kesempatan.

Seperti sebuah jalan, mimpi tidak selalu lurus. Mungkin nanti saya akan menemui jalan yang bercabang, polisi tidur, traffic light, tikungan, dan juga jalan bebas hambatan. Tapi juga bukan tidak mungkin ibarat saya mendapat pengawalan polisi, sehingga jalan saya akan lancar, bahkan orang lain akan memberi jalan.

Saya sangat suka menulis. Dan saya memiliki mimpi untuk menjadi penulis yang karyanya digemari banyak orang. Sehingga buku yang saya tulis hidup untuk waktu yang tidak terbatas.

(source: here)

Bukan berarti perjalanan menuju mimpi saya itu mudah. Justru keadaan paling sulit berada di dalam rumah, yaitu meyakinkan keluarga saya sendiri. 

"Memangnya penulis ada duitnya ya?"

"Cari kerja yang pasti-pasti aja sana!"

Komentar-komentar seperti itulah yang sering saya dengar dari anggota keluarga saya. Awalnya saya bisa menjelaskannya dengan tersenyum. Tetapi lama-kelamaan saya malas juga untuk menanggapi komentar seperti itu, sehingga saya memilih diam. Biarkan waktu yang memberitahu mereka.

Saya berikan contoh seperti ini: 

Jika semua orang berbondong-bondong menjadi pegawai perusahaan ataupun PNS, persaingan akan semakin membabi buta. Ingat tentang ribuan orang yang mengikuti tes CPNS? Nah! Menurut saya itu mengerikan. Biarlah saya menjadi satu dari sedikit orang yang mengabadikan perjuangan mereka-mereka yang ingin menjadi PNS dengan tulisan.

Biarlah saya menghidupkan terus kreativitas dan jari-jari saya untuk menuliskan kisah-kisah yang menginspirasi dan menghibur. Tanpa seragam atau pakaian resmi perusahaan. 

Seperti itulah sedikit gambaran saya tentang mimpi menjadi penulis fiksi. Walaupun saat ini belum ada satu pun buku yang memuat nama saya sebagai pengarangnya, tapi suatu saat nanti saya percaya akan ada. 

Satu kunci saya, yang mungkin dapat diikuti teman-teman sekalian untuk mewujudkan mimpi yaitu: TEKUN dan PERCAYA !


Diikutsertakan dalam Lomba Artikel #BeraniBermimpi
infonya : di sini

4 komentar

Semoga menang ... Nice Post ..v(^_^)

Reply

mimpi saya masih sama dan masih mengejarnya. dan sepertinya bukan lagi mimpi tapi obsesi hehehe :)

Reply

Gk ada salahnya kok kalau menjalaninya enjoy. Itung-itung ngejar mimpi sambil jalanin hobi.

Reply

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D