(image source: here) |
Aku senang ia bersamaku saat ini. Aku jadi bisa memandanginya sesuka hati. Wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih bersih, matanya yang indah, dan kakinya yang jenjang. Sungguh aku tidak ingin ia meninggalkan kamar ini.
“Aku mohon,
lepaskan aku.” Suara lemahnya membuyarkan lamunanku. Ia sepertinya sudah lelah
meronta, yang membuat bekas merah pada pergelangan tangan dan kakinya yang
kuikat.
“Bagaimana jika
aku tidak mau? Kau harus tahu, aku mencintaimu, Dwita. Aku ingin kau bersamaku
selamanya.”
“Tapi aku tidak!
Aku membencimu!”
“Aku tahu. Kau
justru menikmati kesempatan untuk meledekku. Kau bilang aku punya kaki yang tidak
sama panjang. Jalanku yang timpang kau tertawakan bersama teman-temanmu. Kau juga
bilang bibirku lebar sehingga senyumku seperti setan. Iya kan?”
“Maafkan aku,
Rido. Aku hanya bercanda.”
***
“Cinta biasanya tumbuh karena memiliki banyak
kesamaan bukan? Sekarang kita sama, sayang. Kau seharusnya mencintaiku sekarang.”
Kupandangi gadis pujaanku yang sekarang berkaki timpang dan berbibir lebar.
Gergaji dan
gunting berlumuran darah yang tergeletak di samping tubuhnya menjadi saksi
cintaku padanya.
**********************************************************************************************************************
#FF161Kata
Post a Comment
Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D