Review: Eleven Minutes


Judul : Eleven Minutes
Penulis : Paulo Coelho
Alih Bahasa : Tanti Lesmana dan Arif Subiyanto
Desain Sampul : Eduard Iwan Mangopang
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Keempat, April 2011
Tebal : 360 halaman
ISBN :  978-979-22-6835-5


Blurb

Demikianlah anggapan Maria, gadis Brazil yang sejak remaja begitu yakin tak akan pernah menemukan cinta sejati dalam hidupnya. Seseorang yang ditemuinya secara kebetulan di Rio de Janeiro berjanji akan menjadikannya aktris terkenal di Swiss, namun janji itu ternyata kosong belaka. Kenyataannya, dia mesti menjual diri untuk bertahan hidup, dan dengan sepenuh kesadaran dia memilih untuk menjalani profesi sebagai pelacur. Pekerjaan ini semakin menjauhkannya dari cinta sejati.

Namun ketika seorang pelukis muda memasuki hidupnya, tameng emosional Maria pun diuji. Dia mesti memilih antara terus menjalani kehidupan gelap itu, atau mempertaruhkan segalanya demi menemukan "cahaya di dalam dirinya". Mampukah dia beralih dari sekadar penyatuan fisik ke penyatuan dua pikiran atau bahkan dua jiwa -- ke suatu tempat di mana seks merupakan sesuatu yang sakral?

Dalam novel yang sungguh berbeda ini, Paulo Coelho menantang segala prasangka kita, membuka pikiran kita, dan membuat kita benar-benar terperangah.

Review

Buku ini menjadi favorit salah satu teman. Itulah yang mendasari saya membeli buku ini. Ya! Saya memang mudah tergoda. Meskipun begitu, tak ada keinginan untuk mencari review buku ini di internet sesaat sebelum membeli dan membacanya. Saya sengaja melakukannya agar tidak berekspektasi apa-apa.
 
Btw, ini adalah pertama kalinya saya membaca tulisan Paulo Coelho. Dan kesan pertama yang sungguh menggoda adalah kuatnya karakter Maria. Penulis sungguh piawai membentuk karakter gadis lugu nan cerdas di diri Maria. Di tengah kemunafikan dunia di sekelilingnya, ia berusaha menjadi dirinya sendiri. Ia memilih jujur. Jika tidak tahu, ia tidak akan berpura-pura tahu. Satu hal lagi, di balik petualangannya sebagai pelacur, ternyata ia suka membaca buku!

Orang-orang bicara seolah-olah mereka tahu segala-galanya, tapi kalau kita berani bertanya, ternyata mereka sebenarnya tidak tahu juga. - hal. 81

Yang saya suka selanjutnya dari Maria ialah ia suka menulis di buku diarinya (di setiap akhir bab). Ia merangkum petualangannya dalam serangkaian kata-kata indah dan cerdas. Sukak!

Ada lagi nih yang menarik. Maria adalah seorang yang gemar mengamati sesuatu dan menganalisanya. Sebagai pelacur, Maria membagi kliennya menjadi tiga tipe (hal. 119-120):
- Tipe Exterminator: lelaki yang datang dengan mulut bau minuman keras, pura-pura tidak melihat siapa-siapa, tapi yakin sekali semua orang memandangnya, berdansa sebentar, kemudian langsung mengajak ke hotel.
- Tipe Pretty Woman: lelaki yang tampil elegan, sopan, baik hati, seolah dunia ini bergantung pada kebaikan hati semacam itu supaya terus berputar pada sumbunya, seolah dia sedang berjalan-jalan dan kebetulan masuk kelab. Tipe ini sangat manis di awal dan agak tidak yakin begitu di hotel, tapi lebih banyak menuntut.
- Tipe Godfather: lelaki yang memperlakukan tubuh perempuan seperti sepotong barang dagangan. Tipe ini paling antik; mereka berdansa, mengobrol, tidak memberi tip, tahu persis apa yang mereka beli dan berapa nilainya, dan tidak tergoyahkan oleh apa pun yang diucapkan perempuan pilihan mereka. 

Dan untuk dirinya sendiri, Maria menyebutkan bahwa ia memiliki tiga wajah, tergantung dengan siapa ia berhadapan (hal. 146):
- Si gadis lugu, yang memandang lelaki di depannya dengan penuh kekaguman dan pura-pura terkesan oleh cerita tentang kekuasaan dan kehebatannya.
- Femme Fatale, yang langsung menerkam mangsa yang paling lemah, mengambil alih situasi, dan membebaskan si mangsa dari tanggung jawab, sehingga mereka tidak perlu lagi mengkhawatirkan apa pun.
- Ibu yang penuh pengertian, yang mengurus mereka yang membutuhkan nasihat, mendengarkan dengan penuh perhatian, cerita-cerita yang masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan.

Oh iya, ada sebuah takhayul unik di Brasil: jika kau bertamu ke sebuah rumah untuk pertama kalinya, jangan membuka pintu ketika akan berpamitan, sebab kau tak akan pernah kembali lagi ke tempat itu. - hal. 174 (siapa tahu suatu saat nanti ke Brasil kan, jadi dicatet aja.)
 
Membaca dari blurb-nya, sudah dapat dipastikan buku ini adalah buku berkategori dewasa. Di dalamnya, terdapat pembahasan mengenai masturbasi, dunia pelacuran, seks, dan kawan-kawannya. Tapi di sinilah saya mendapatkan pengetahuan baru. Penulis membuka pemahaman kepada pembaca bahwa seks bukan serta merta hal yang tabu untuk dibicarakan. 

Sebelas menit sendiri merujuk pada hubungan seks, yaitu waktu yang dihabiskan sepasang manusia dalam berhubungan intim. 

Nah, ngomong-ngomong soal seks di buku ini, aku suka bagian Ralf Hart bercerita tentang bagaimana asal mula seks/persetubuhan menurut filsuf Yunani, Plato (hal 206-207). So surealis!

Yang menjadi kekurangan buku ini buat saya adalah bagian di mana Maria dan Ralf Hart sedang berdua di rumah Ralf, kemudian mereka mengobrol dan berfilosofi mengenai banyak hal. Filosofi yang bagus, tapi sedikit membosankan untuk saya, apalagi dengan kemasan dialog yang panjang-panjang. Apa mungkin gaya tulisan Paulo Coelho memang penuh filosofi begitu?

Mengenai ending, sebenarnya saya atau pembaca lainnya (mungkin?) bisa menebak dari pertengahan buku. Tapi penulis pintar membuat pembaca ragu daaaan tersipu. #halah

Buku ini recommended untuk kamu yang masih menganggap bahwa seks itu tabu untuk dibicarakan, karena bahkan di dalamnya ada cerita tentang seks dan pelacuran yang sakral. Top! Saya memberi empat bintang dari lima bintang yang saya punya. Dan saya jadi ingin membaca buku Paulo Coelho yang lainnya. Ada saran?

2 komentar

hmm. kalau diliat, sepertinya buku ini cukup berat kalimat-kalimatnya.
wah, ada tentang seks nya juga ya..

Reply

Eh, gk begitu berat kok. :)
Hahaha justru tema besarnya memang seks, mas...

Reply

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D