Semangkuk Bertiga

(image source: here)


Bukanlah hal mudah melalui tahun kedua kematian orangtua. Aku berumur 15 tahun dan harus memikul hidup dua orang adik yang masih kecil.

Tidak sempat bersedih-sedih. Semua waktu tersedot untuk menjaga kedua adikku dan mengurus perut mereka.

“Kakak, lapal.” Suara cadel Selia, adik terkecilku, mengembalikanku dari lamunan.

Kuelus rambut adikku yang sedang memeluk boneka kumalnya di atas tikar, kemudian bangkit. Gegas menuju pintu, hendak keluar.

“Kak Seno mau ke mana?” Amran, adikku yang lain, mengikuti.

“Kalian tunggu di rumah, ya. Kakak keluar sebentar cari makanan.”

Beruntung mereka mengerti dan tak merengek lagi.

Aku berkeliling kampung. Mampir di setiap rumah yang pintunya terbuka. Menawarkan jasa apa saja yang kubisa. Membersihkan rumah, mencuci pakaian, atau belanja ke pasar.

“Maaf Seno, kami juga sedang kesulitan. Cobalah ke tempat lain. Semoga ada yang bisa memberimu uang.”

“Maaf ya, Seno. Tidak ada pekerjaan untukmu. Tapi Ibu doakan agar kau dapat rezeki.”

“Seno, Kakek doakan kamu dapat uang. Maaf, Kakek saja belum makan hari ini.”

Sudah jauh aku berjalan dan terus menemui penolakan. Raut wajah adik-adikku yang kelaparan membayang.

Gerimis perlahan turun.

Lebih baik aku pulang, batinku menelan kecewa.

Sampai di rumah, Amran dan Selia berlari menyambutku.

“Ambil mangkuk, ya,” pintaku pada Amran, yang langsung berlari ke dapur.

Aku mengajak Selia duduk di tikar.

Tak lama, Amran kembali membawa sebuah mangkuk.

Kuletakkan mangkuk itu di tengah-tengah kami, kemudian merogoh saku celana. Kuambil sesuatu dari dalam sana dan kumasukkan ke dalam mangkuk. Membentuk gundukan melewati bibir mangkuk.

“Hari ini kita makan semangkuk doa lagi, ya. Tadi Kakak dapat banyak.”

****
*251 kata, belum termasuk judul.
*ditulis untuk hadiah ulang tahun komunitas kesayanganku, Monday Flash Fiction. 

http://mondayflashfiction.blogspot.com/

15 komentar

-_-. Dita ... Sedih banget ..berasa tersentil. Seno kenapa ga mengetuk rumahku?nanti kumasakin:)

Reply

Hadeuuuh. Sedih banget dit

Reply

Sedihnya, smoga dapat rezeki yang banyak

Reply

bagus banget! ketonjok pas ending bacanya sedih :(

Reply

Hehe nanti aku kasih tau Seno buat ke rumah Mbak Dian, ya. :D

Reply

Lah ujung-ujungnya. Kalo menurut gue, twist nya kerung tajem mbak hehe

Reply

Eh, kurang ya? Ada saran agar lebih tajem? hehe
Makasih ya udah baca :)

Reply

ceritanya mulai menampar di pertengahan ke bawah :"))
semangkuk doa....

Reply

ngomong2, followback blog dong :)
hehehe

Reply

Eh iya, aku followback ya... :D

Reply

Ditaaaa....*ngambil tisu*

Reply

Iyaaa, Mbak Orin... *sodorin tisu segepok*

Reply

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D