25 Januari

(image source: here)

Aku bangun kesiangan. Alarm yang seharusnya membangunkanku jam 4 subuh, entah mengapa tidak berbunyi. Tanpa mandi, aku berlari menuju lantai dasar gedung tempat tinggalku. Semoga masih ada waktu.

Dugaanku meleset. Antrian yang mengular di depan loket membuatku cemas. Semoga masih ada tiket untukku.

“Maaf, tiket untuk tanggal 25 Januari 2212 sudah habis.”

“Ayolah bu, tidak adakah sisa satu saja untukku? Aku butuh tiket itu.”

“Semuanya mengatakan hal yang sama. Rengekan seperti itu tidak mempan untuk saya.”

“Tapi aku ada janji dengan seseorang pada tanggal itu bu. Tolong bantu aku.”

“Kan sudah saya bilang, tiketnya habis. Seharusnya kalau kamu tahu sudah ada janji, ambil tiketnya satu bulan sebelumnya.” 

Masalahnya dia baru memberitahu tanggal ulangtahunnya kemarin. Ah sudahlah... 

Memang percuma berdebat dengan ibu penjaga loket itu.  Tidak ada yang pernah menang mendebatnya. Apalagi aku.

Kupandangi langit lewat jendela kamarku. Awan yang berkumpul tampak tidak mampu menutupi matahari yang sedang bersinar siang ini. Cuaca cerah seperti ini seharusnya aku ada di luar dan menikmati hari. Toh aku punya tiket untuk keluar hari ini. Biarlah tiket itu hangus, aku sudah tidak berselera pergi ke luar.

Mengapa sulit sekali keluar dari gedung ini? Mengantri tiket setiap pagi untuk ditukar dengan kesempatan keluar gedung sehari penuh. Agar dunia luar tidak penuh oleh manusia, begitu yang kutahu tentang kebijakan pemerintah. Berandai-andai tinggal satu gedung dengan perempuan yang kucintai juga tidak mungkin, kecuali aku berganti jenis kelamin.

***

“Hai, selamat ulang tahun sayang. Cantik sekali kamu,” kusapa perempuan yang duduk sendirian di bangku taman.

Ia menoleh dan hendak memelukku. Tetapi kemudian wajahnya menyiratkan kekecewaan.

“Maaf sayang, aku kehabisan tiket untuk hari ini. Yang penting kita bisa tetap berkomunikasi kan?”

“Tetap saja berbeda. Kamu nggak di sini.”

Aku ingin sekali memeluknya. Tetapi apa daya, aku tak bisa. Yang bisa kulakukan hari ini hanyalah mengirimkan hologramku untuk menemaninya seharian.


*Ditulis dalam rangka ulang tahun Monday FlashFiction yang pertama

6 komentar

hihihihihihi, settingnya udah masa depan yah :D. seandainya saja aku juga punya hologram itu *eh :D

Reply

Uda tahun 2212 ceritanya, hehe.
Bisa punya mbak. Tapi harus hidup 200 tahun lagi, karena semua orang bakal punya hologram sendiri. *ngayal*

Reply

ini program pengendalian populasi ya :D

Reply

Iya, semacam itu maksudnya :)

Reply

aaaaak dikunjungin sama penulis kece.
makasih mbak^^

Reply

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D