Kata Tak Terucap

Aku datang bukan untuk mengucapkan kata yang selalu terngiang di kepalaku. Kata yang seharusnya ada untuk mengungkapkan penyesalan. Kata yang selalu mendesak untuk keluar dari mulutku. Tapi mulutku sendiri terlalu kuat menahannya, mengekang kata itu untuk tak muncul di permukaan. Dan hatiku menyetujuinya.

Aku ingat saat orangtuamu datang menjemputmu. Mencoba menarikmu, membawamu jauh dariku. Padahal sudah susah payah aku menjauhkanmu dari kungkungan orangtuamu. Membawamu, itu adalah permintaanmu.

Kamu meronta, meminta orangtuamu membebaskanmu untuk menentukan pilihan, yaitu AKU. Tetapi mereka seolah tak peduli. Aku tak baik bagimu, begitu pikir mereka. Sudah ada laki-laki baik menurut mereka yang diperuntukkan menjadi pasanganmu.

Tentu saja aku tak akan membiarkan. Aku mencintaimu. Kamu pun begitu. Tak bisakah mereka mengerti?

Sekarang, setelah sekian lama, aku kembali menemuimu. Tak ada penyesalan mengapa aku masih mencintaimu.  Walaupun hidupku sengsara karena hal itu. 10 tahun atau mungkin lebih. Aku tak menghitungnya.

Jika aku tak bisa memilikimu, orang lain juga tak boleh memilikimu. Meskipun itu orangtuamu, apalagi laki-laki yang tak kutahu.

Bukan, bukan kepanikan atau keterpaksaan Lala. Aku tak menyesal melakukannya saat itu. Aku percaya, kamu juga menginginkannya. Pergi meninggalkan kita semua, membebaskanmu, mungkin memang itu hal yang sebaiknya.

Yang terpenting, senyum manismu, sorot mata manjamu, derai tawamu, pelukan hangatmu, hanya untukku. Bahkan sampai saat terakhirmu, aku lah yang kamu lihat. Menemanimu menutup mata.

Aku berjanji akan selalu mengunjungimu. Membawakan bunga kesukaanmu. Menceritakan kisah-kisah kita dulu. Walaupun ku tahu kamu tak bisa lagi memberi respon atas apa yang kulakukan untukmu.

Tetap saja kata itu tak bisa terucap Lala...

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D