Prompt #65: Lelaki Tua di Tengah Gerimis

sumber: dokumentasi pribadi Rinrin Indrianie


Aku berjalan lunglai di bawah gerimis sore itu. Ingin mendramatisasi keadaan. Baru saja cintaku ditolak. Lagi. Entah sudah ke-berapa kali.

Kulewati seorang kakek yang menuntun sepedanya dengan setumpuk rumput memenuhi belakang sadelnya. Pakaiannya basah, kakinya yang beralas sandal jepit, kotor ternoda tanah, kepalanya terlindung caping yang entah berapa lama dapat menghalau air hujan. Apakah ia juga sedang mendramatisasi keadaan?

Aku mengabaikannya. Kuteruskan langkahku, menikmati tetes air hujan yang jatuh membasahi seragam putih abu-abuku. Berharap perasaan kecewaku luntur.

Kukurangi kecepatan saat di turunan. Sepatuku yang basah sampai ke dalam, semakin terasa licin ketika menggesek aspal. Aku berjongkok untuk melepasnya. Benda ini membuatku kesulitan menjaga keseimbangan.

Saat berjongkok itulah kulihat kakek tadi meluncur dari atas. Sepeda yang kini dinaikinya bergoyang-goyang tak seimbang. Ia berteriak menyuruhku minggir, tapi aku justru terpaku melihatnya serta sepedanya yang semakin dekat, sangat dekat, dan BRUK!

 Badan kakek beserta sepeda dan rumputnya itu menimpaku."Aduh Nak, maaf, Mbah ndak sengaja," ujarnya seraya membantuku berdiri.

"Nggak apa-apa, Mbah." Kusunggingkan senyum walau menahan perih dan ngilu. Kutepuk celana dan bajuku untuk membersihkan rumput dan tanah yang menempel.

Kakek itu menurunkan semua rumputnya dan menyuruhku naik ke boncengan. "Saya antar ke puskesmas, Nak." 

Ia memaksa. Dikayuhnya sepedanya meski tersendat-sendat. Tubuh rentanya sigap menuntunku masuk ke dalam begitu kami sampai.

Lecet dan memar kecil di sana sini. Itu saja. Dokter sudah membersihkannya, dan besok pasti sudah tak terasa lagi. Kakek itu kembali menuntunku saat ke luar puskesmas. “Mbah ndak bisa ganti biaya berobatnya. Jadi, bawa saja sepeda ini. Cuma ini harta mbah, nak."

"Eh, nggak usah, Mbah."

"Tolonglah, Mbah nggak suka berutang." Ia menepuk pundakku kemudian berjalan meninggalkanku.

Aku terperangah menatapnya yang semakin jauh dan menghilang di ujung jalan.

Setelah tak ada sepeda, rupanya ia memanggul semua rumputnya di punggung. Membuat tubuh rentanya melengkung. Selama beberapa hari ini aku mengamatinya dan memperhitungkan sesuatu.

***

Hari inilah saatnya.

Ketika kakek itu menyusuri jalan turunan, kukayuh sepedaku. Begitu dekat dengannya, kusenggol tubuhnya hingga terjatuh. Aku pun berhenti dan membantunya berdiri. Tak ada luka. Perhitunganku tepat.

Kubantu ia naik di boncengan. Masih dengan rumput di punggung. Ia berpegangan kuat di pundakku. Kukayuh sepedaku cepat. Tapi bukan ke puskesmas, melainkan ke rumahnya. Aku tahu letaknya setelah beberapa hari yang lalu mengikutinya.

“Maaf ya, Mbah. Saya tadi sengaja. Ini sepeda buat Mbah, sebagai permintaan maaf saya. Cuma ini harta yang saya punya.” Maksudku, benda ini satu-satunya yang kubeli dari tabunganku. “Terima ya Mbah, biar saya tenang.”

Kakek itu tersenyum, “Kamu balas dendam, ya?”

Aku menggeleng kuat-kuat.

“Terima kasih, ya, Nak. Tapi sepeda ini terlalu bagus, boleh ditukar dengan sepeda mbah yang kemarin saja?”

“Aduh, kalau itu sudah diminta papa, Mbah. Beliau kolektor barang antik.”

Kujelaskan kelebihan sepedaku untuk menghapus raut kecewa di wajahnya.

“Ngomong-ngomong, ternak Mbah di mana? Saya nggak lihat kandang.”

Ia tertawa. “Ya ndak ada kandang, wong saya ndak punya ternak.”

“Lho? Lalu rumput-rumput itu buat apa?”

“Buat angon ternak punya orang.”

“Oh... Nggak pengin punya ternak sendiri, Mbah?”

“Ya pengin.”

“Ng... saya harus nabrak model gimana supaya Mbah nggak bisa nolak kalau saya kasih ternak?”

***

*499 kata, belum termasuk judul.

12 komentar

endingnya bikin senyum.

btw, penggunaan kata "nak" sama "mbah" dalam sebuah percakapan, huruf awalnya pakai kapital, ya. ;)

Reply

Ah, iya ya.
Siap laksanakan!! *brb edit*
Makasih Mbak Van :*

Reply

hehehe
makasih Mbak Orin, udah mampir :)

Reply

balas dendam yang manis #lho
ini keren :)
salam kenal, Mbak!

Reply

hohoho, main cara kasar, nih! dramatis!!! ;)

Reply

makasih :)
salam kenal juga ya

Reply

hehehe ta-tapi kan...
makasih lho udah mampir :)

Reply

balas dendam yang baik :D

Reply

ujung kisah yang bikin senyum. untung ya si Mbah ketemunya sama anak orang kaya. coba sama orang miskin... wuihhh....

Reply

orang baik pasti dapet balesan baik :D

Reply

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D