E-Learning - Belajar Asyik dengan Blog


https://www.facebook.com/indberprestasi


Apa itu E-Learning?

E-Learning adalah singkatan dari Electronic Learning, atau dalam pengertian yang lebih mudahnya, sistem pembelajaran elektronik.

Siapa di tahun 2013 yang belum mengenal internet, apalagi sosial media? 

Ya! Sebagian masyarakat Indonesia pastilah paham tentang internet. Bahkan mungkin sudah menjadi keseharian yang sulit untuk dilepaskan.

Jika sosial media sudah semacam mendarah daging, bagaimana dengan blog?

Blog adalah singkatan dari web log. Jadi, di dalam blog, pemiliknya dapat menuliskan apapun sesuka hati untuk kemudian di-share, ini dinamakan posting. Blog tersebut dapat diakses oleh semua orang, selama terdapat akses internet. 

Saat ini sudah banyak tersedia platform blog, ada blogspot, wordpress, tumblr, dll. Membuatnya pun sangat mudah. 

(image source: here)

Mengenalkan Blog Sejak Dini

Pernah melihat anak sekolah yang pulangnya sampai sore banget?
SERING!!!
WAH, ITU MAH TIAP HARI!!!
ADIK SAYA TUH! 

Semangat banget sih jawabnya... Oke! Oke!

Berarti boleh dong kalau saya menyimpulkan bahwa sebagian besar waktu anak sekolah dihabiskan bersama guru atau pengajar mereka?
Jadi, bagaimana jika blogging diajarkan sedini mungkin oleh guru-guru kepada siswa-siswanya? 

Kemudahan membuat blog tidak akan diketahui oleh seluruh anak Indonesia, jika tidak ada campur tangan orang dewasa yang membimbingnya. Mengapa harus ada bimbingan? Selain agar proses mempelajari bagaimana menjalankan blog menjadi lebih cepat dan terarah, juga karena internet adalah dunia yang keras. Saking banyaknya informasi yang tersedia di internet, bukan tidak mungkin anak-anak mendapati konten yang sebenarnya belum pantas ia baca/lihat (misal: situs dewasa).

Mungkin jika masuk dalam kurikulum masih sulit diterapkan, bagaimana jika blogging masuk dalam pelajaran tambahan?

Kemampuan Siswa tidak dapat Dipukul Rata

Tidak semua siswa jago dalam semua mata pelajaran. Siswa yang mahir matematika, belum tentu mahir dalam pelajaran seni. Begitupun sebaliknya. Setiap siswa memiliki pembawaan dan bakat masing-masing.

Di sinilah guru berperan penting. Guru haruslah peka terhadap sifat dan sikap siswanya. Apalagi tentang bakat terpendam siswa yang terkadang malu untuk ia perlihatkan. Dengan blog, guru dapat memancing siswa untuk menghidupkan bakatnya. Misalnya, siswa yang memiliki bakat menyanyi, dapat mengisi blognya dengan video/suaranya saat sedang bernyanyi atau siswa yang suka bercerita, dapat mengisi blognya dengan cerita-cerita yang ia buat sendiri.

Blog tidak harus diisi dengan postingan yang serius melulu. Ada kalanya dapat berisi kisah pribadi siswa sebagai lucu-lucuan atau menyalurkan kreatifitas siswa, seperti share video/foto bakat siswa, misalnya menyanyi, menggambar, bahkan untuk siswa yang mahir matematika dapat membuat tulisan mengenai rumus matematika cepat (informasi ini dapat membantu teman-temannya yang lain dalam mengerjakan soal matematika).


Menghidupkan Kolom Diskusi
Siklus tersebut hampir setiap hari diterapkan. Sehingga kesempatan untuk berdiskusi antara guru dan siswa menjadi terbatas. Akan berbeda ceritanya jika guru memiliki blog pribadi/sosial media yang dapat diakses dengan mudah oleh siswanya. Pertanyaan apapun dapat diajukan dalam sekejap. 

Jam di sekolah pun rasanya bisa dikurangi karena diskusi dapat dilakukan melalui blog/sosial media. Anak-anak jadi lebih banyak waktu di rumah bersama orangtua masing-masing. Lagipula, suasana jadi lebih santai.

Dapat Dibaca Semua Orang

Penting atau tidaknya sebuah informasi, itu tergantung pada siapa yang membacanya, bukan?

Nah, bagaimana jika tulisan yang dibuat oleh guru/siswa ataupun diskusi di antara keduanya tersebut dibaca oleh orang lain yang kemudian merasakan manfaatnya? Siapa yang tahu kan?

Jadi, guru dapat membuat pesannya sampai dengan baik pada siswanya, orang lain juga mendapatkan informasi baru yang bermanfaat. Siapa tahu orang lain dapat memberikan kritik atau masukan pada guru tentang metode pembelajaran yang sedang dibahas.

Guru yang Pandai Menulis dan Bercerita menjadi Nilai Plus

Seringkali kita (yang pernah merasakan menjadi siswa) bosan dengan tulisan-tulisan baku di buku paket pelajaran atau kalimat-kalimat moral yang melulu menggurui.

Padahal pesan moral dapat dimasukkan dalam sebuah cerita fiksi lho! Selain menjadikan kegiatan membaca menjadi kebiasaan, juga melatih siswa agar lebih kritis dalam mengambil makna dalam cerita. 

Coba perhatikan dua contoh di bawah ini:
 
Pertama
        "Mama, bunga ini spesial untuk mama." Seorang anak usia 7 tahun memberikan setangkai bunga mawar pada ibunya.
           "Terima kasih sayang. Kamu dapat darimana?" 
           Sontak anak itu menunjuk deretan bunga mawar bermekaran di taman.
         Dengan lembut, ibunya menggandeng anaknya kembali ke tempat di mana mawar itu tumbuh.
           "Sayang, coba lihat bunga ini, cantik kan?"
            Si anak mengangguk.
          "Tapi karena sudah kamu petik, cantiknya cuma bisa dinikmati mama. Padahal di taman ini banyak orang ingin melihat cantiknya. Lagipula, jika sudah dipetik, bunga ini akan mati sayang."
           "Maaf ma, aku tidak akan melakukannya lagi."
 
Kedua
 
"Jangan memetik bunga di taman!"
 
Apakah terlihat perbedaannya? 
 
Baiklah saya jelaskan lebih lanjut. Cara yang pertama, menggunakan cerita fiksi tanpa kata-kata JANGAN atau DILARANG atau TIDAK BOLEH yang terkesan memberikan batasan pada anak untuk berekspresi. Cara yang pertama lebih membebaskan anak untuk mendapatkan nilai/maknanya sendiri.

Sedangkan cara yang kedua, biasa kita temui di buku paket pelajaran atau papan larangan di taman itu sendiri. Lebih singkat memang, tetapi menjadikan anak-anak tidak tahu mengapa mereka tidak diperbolehkan memetik bunga tersebut. Sehingga terkadang justru mengundang anak-anak untuk melanggar aturan itu karena rasa ingin tahunya yang besar.

Melatih Siswa Lebih Banyak Membaca Buku

Dari tadi kita membahas tentang blog, lalu apa hubungannya dengan buku?
 
ADA!

Sekalipun sudah bergelut dengan kemajuan teknologi yang serba canggih, buku tetap harus menjadi pilihan untuk dibaca. Karena menurut saya, buku adalah karya yang tidak akan pernah mati, apalagi tergerus teknologi.
 
Yang saya maksud di sini tentu saja bukan buku paket pelajaran. Tetapi lebih ke buku cerita fiksi atau buku pengetahuan yang lain, misalnya ensiklopedia.

Maka dari itu, untuk meningkatkan minat baca siswa, guru bisa saja membuat postingan yang berisi review buku yang pas untuk siswanya. Karena terkadang, siswa bingung menentukan buku mana yang harus dibeli setelah melihat ribuan buku yang ada di toko buku. Sehingga ketika gurunya memberikan review dan rekomendasi buku, setidaknya siswa tahu buku mana yang harus dimiliki dan dibaca.

Review buku dapat menjadi selingan di sela-sela postingan guru yang mengarah pada pelajaran sekolah. Misalnya pada hari Sabtu dan Minggu. Sehingga dapat me-refresh otak siswa.

Sepertinya postingan ini sudah terlalu panjang. Jadi untuk mengakhirinya, saya memiliki pesan:

Blog itu asyik untuk dijadikan media pembelajaran...

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D