Perempuan di Seberang

“Coba lihat perempuan di seberang sana.” Roni yang baru saja datang tak kupersilakan duduk terlebih dahulu. Aku masih sibuk memperhatikan seseorang yang berhasil mencuri seluruh pandanganku. Seorang perempuan dengan mata yang fokus pada buku di tangannya.

“Siapa sih?” Roni tampaknya penasaran. Ia mencari arah mataku.

Tapi mataku bahkan tidak kuasa berpindah menghadapnya. Masih saja menatap lekat perempuan di seberang sana.

“Kenal?” tanyanya.

Aku menggeleng. Bagaimana bisa mengenalnya. Melihatnya pun baru hari ini, saat ini. 

“Tapi....” nada suara Roni meledekku.

“Tapi... entah mengapa, begitu melihatnya...” belum sempat kuteruskan kata-kataku.

“Begitu melihatnya, kamu merasa jatuh cinta. Itu kan yang bakal kamu bilang?” 

Aku tertawa. Roni benar-benar sahabatku. Ia tahu kebiasaanku. Mudah jatuh cinta. 

“Yauda, jadi nggak nih mau ke tempat futsal?” Roni tidak sabaran. Kami memang memiliki janji, sore ini bertemu di taman ini untuk berangkat bersama ke tempat futsal.

“Tunggu sebentar lah...” Tak kubiarkan Roni merusak pemandangan indahku .

Tak kusangka, Roni bergerak dengan cepat dan bangkit dari duduknya. Ia menarikku mendekati perempuan manis yang sejak tadi kuperhatikan. Perempuan itu tidak menyadari kedatangan kami. Bukunya benar-benar telah menyita seluruh perhatiannya.

Matanya terlihat lebih indah jika dilihat sedekat ini. 

Roni tanpa basa-basi menepuk bahu perempuan itu dari samping. “Sahabatku mau kenalan sama kamu.” 

Senyumnya oh senyumnya. Aku hampir  tak bisa merasakan kakiku karena terlalu terpesona. Aku tak mau membuang waktu lagi. “Aku Andra.” 

Ia membalas jabatan tanganku. Tangannya lembut sekali. Sungguh.

“Namanya Viona. Ia tak bisa mendengar suaramu. Ia juga tak bisa bicara padamu.”

Aku tersentak, “Jadi....”

“Ya! Baru saja kau tahu itu.”

“Dan kau?”

“Ia adalah tetanggaku. Jarang sekali keluar rumah. Kali ini, sepertinya bukan kebetulan kau bertemu dengannya. Karena aku tidak percaya pada kebetulan kan?”

Aku mengangguk. Senyum yang tadi kuberikan tak lantas kujatuhkan begitu saja. Senyum yang sama masih kusinggungkan untuk Viona.
 
Tak apa. Aku mencintainya secara tiba-tiba. Jika aku tak bisa menikmati suara merdunya, tatapan matanya dan senyum manisnya kurasa cukup.

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D