Prompt #45: Mengapa Mereka Sebut Aku Gila?


(image source: here)

Kalian tahu mana batasan gila dan waras? Aku tidak.

Lalu bagaimana kalian tahu kalau seseorang itu gila atau seseorang itu waras? Apakah jika ia melakukan hal-hal di luar kebiasaan orang normal, seperti tertawa/menangis tanpa sebab, berbicara berputar-putar dan tidak masuk akal, atau menari tanpa henti seolah tak ada orang yang mengamati, maka kalian akan menyebutnya gila? Lalu yang bagaimana yang bisa disebut waras?

Aku yakin tidak ada yang mau disebut gila. Semua orang menganggap dirinya sendiri waras. Lalu mengapa menuding orang lain itu gila hanya karena ia berkelakuan yang menurut kalian aneh?

Aku adalah orang gila. Kata mereka.

Dan aku bosan.

Aku ingin berlari bebas di halaman, tapi tak bisa.

Aku ingin pergi ke pantai dan bermain air di sana, tapi itu juga tak bisa.

Karena rumahku dan hidupku ada di kamar ini. Sendiri.

Tapi aku tidak terlalu kesepian. Di sini ramai. Aku masih bisa mendengar teriakan papa dengan sangat jelas. Aku masih bisa mendengar tangisan mama yang meraung-raung. Aku masih bisa mendengar benda-benda yang terbanting dan pecah. Aku bisa mendengar semuanya.

Sayangnya, tak ada yang mau mendengarku. Karena aku gila, menurut mereka.

Aku tidak gila! 

Saat itu aku hanya meneriakkan apa yang ada di kepalaku, seperti papa. Aku hanya menangis meraung-raung seperti mama. Dan aku hanya meraih benda-benda keramik di rumah lalu membantingnya agar bunyi gaduh memenuhi ruangan. 

Bukankah itu wajar? Lalu mengapa mereka mengikatku dalam kamar?

Apakah kalian tahu?

**********************************************************************************************************************

* 231 kata
* terinspirasi dari puisi:
Tentang Seseorang

Aku lari ke hutan, kemudian menyanyiku
Aku lari ke pantai, kemudian teriakku
Sepi-sepi dan sendiri
Aku benci
Aku ingin bingar,
Aku mau di pasar
Bosan aku dengan penat,
Dan enyah saja kau pekat
Seperti berjelaga jika ku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh,
Ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih,
Kenapa tak goyangkan saja loncengnya, biar terdera
Atau aku harus lari ke hutan belok ke pantai?
enyah saja kau pekat
seperti berjelaga jika kusendiri
bosan aku dengan penat

13 komentar

Aku jadi ingat novelnya oki madasari 'pasung jiwa' pas baca ini hehehe

Reply

aku juga suka banget sama novel itu.
bisa jadi sih kebawa-bawa.
tapi pas nulis ini malah gk kepikiran sama novel itu hehe.

Reply

makasih mbak ra.
aku juga suka #eh

Reply

jadinya.... semuanya gila :D

Reply

Nice. :))))
*bingung mau komen apa lagi* :D :D :D

Reply

hahaha bisa jadi bisa jadi.

Reply

Wow, dari puisi bisa jadi cerpen.. Keren...

Reply

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D