Friday, March 14, 2014

Review : Pre Wedding Rush




Judul : Pre Wedding Rush
Penulis : Okke 'Sepatumerah'
Editor : Herlina P. Dewi
Penerbit : Stiletto Book
Tahun Terbit : November 2013 (Cetakan Pertama)
Harga : Rp 42.000 (diskon 25% di Togamas, jadi cuma bayar Rp 31.500)
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-7572-21-8



Blurb
"Lo... nggak rela gue nikah dengan Dewo?" Aku memberanikan diri untuk menembaknya. 
"Apa masih penting, Nin? Gue rasa enggak, udah nggak penting." Lanang sama sekali tidak menatapku.
"Penting, Nyet. Penting buat gue." Suaraku terdengar parau, "Lo nggak rela gue menikah?"
"Sudahlah, Nin. Lupakan. Gue ngaco aja tadi,"
"Lanang. Please jawab. Lo nggak rela?" Suaraku melirih.
"Nggak!" Ia menatap manik mataku, "Puas lo?"

...

Life goes on. Tapi terkadang ada kenangan-kenangan indah yang membuat seseorang enggan melangkah menuju masa depan. Itulah yang terjadi dengan Menina. Hubungannya dengan Lanang, sang mantan pacar, begitu membekas di hatinya, bahkan sampai ia dilamar oleh pria lain yang lebih mencintainya.

Ketidakmampuannya melupakan masa lalu membuat Menina secara impulsif memutuskan melakukan perjalanan terakhir bersama Lanang ke Yogyakarta. Siapa yang bisa meramalkan apa yang akan terjadi? Saat Menina dan Lanang berada di Yogyakarta, terjadilah gempa bumi 5.9 SR yang memakan banyak korban. 

Menina menyaksikan begitu banyak hal yang membuatnya kembali berpikir tentang hubungannya bersama Lanang dan juga calon suaminya. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua?

Review:
Ini pertama kalinya aku baca buku terbitan Stiletto Book dan pertama kalinya juga  membaca tulisan Mbak Okke. Bahasanya mengalir dan mudah dipahami. Jadi nggak perlu waktu lama untuk menghabiskan buku ini.

Berikut review-nya:

Cover: 
Warnanya rame tapi enak diliat. Siluet 3 tokoh utama yang digambarkan pada cover sudah bisa membuatku menebak bahwa novel ini akan bercerita tentang kegelisahan seorang perempuan karena adanya laki-laki lain di hatinya sebelum pernikahannya digelar.

Tokoh:
1. Menina - perempuan berusia 28 tahun, memiliki profesi sebagai dosen di sebuah sekolah tinggi di Bandung. Ia menjalani hubungan dengan pacarnya, Dewo, selama 10 bulan. Tetapi selama itu hatinya masih dipenuhi dengan kenangannya bersama Lanang, mantan pacarnya, yang menjadikannya terus membandingkan mereka berdua. Dan kemudian, ia dibuat bingung dengan lamaran Dewo pada hari ulang tahunnya. Siapkah ia?

2. Dewo - pacar Menina. Seorang laki-laki yang sangat tertata dalam pikiran maupun sikapnya. Ia bekerja di sebuah perusahaan IT di Surabaya. Dewo selalu ada untuk Menina, terlihat sekali bahwa Dewo sangat mencintainya. Ketenangannya dalam bersikap membuat Menina merasa bersalah karena masih saja memikirkan Lanang. Akankah Dewo terus bersabar menghadapi Menina?

3. Lanang - mantan pacar Menina. Seorang laki-laki yang sangat santai dan cenderung egois karena selalu mengejar kesenangan untuk dirinya sendiri. Terlihat dari keputusannya meninggalkan pekerjaannya di sebuah production house di Jakarta untuk menghabiskan hidupnya di 'jalan' dengan memotret, dan tentu saja meninggalkan Menina. Apakah ia akan kembali untuk Menina?

4. Sigit - Sahabat Lanang. Dari penampilannya, kita bisa menebak bahwa dia seniman - perawakannya kurus, rambut gondrong yang dikuncir di tengkuk dan tato yang memenuhi lengan kanan. Selain sebagai seniman, ia juga menjadi dosen di Institut Seni Rupa Yogyakarta. Ia juga sangat friendly, sehingga membuat orang-orang senang berada di dekatnya. Bersama dengan istrinya, ia mengelola Rumah Mitra Muda.

5. Ayako - Istri Sigit. Perempuan Jepang dengan perawakan mungil, berkulit kuning langsat, dan bermata sipit. Ia sudah menikah dengan Sigit selama 10 tahun tetapi belum juga memiliki anak. Selain menjadi dosen, ia juga seorang penulis. Bersama dengan Lanang, ia menjalin kerjasama untuk pembuatan sebuah buku.

POV 
POV 1 (Menina)

Quotes
1. Kalau ada yang mendadak menikah langsung nuduh hamil. Terus ngomongin sama ibu-ibu satu RT pas arisan. Tipikal masyarakat yang kebanyakan dicekokin infotainment. (hal 38)
2. Kalau ada yang tidak menikah akan dipertanyakan dan dibombardir oleh pertanyaan kapan menikah. (hal 49)
3. Orang membuat rencana itu karena mereka punya tujuan hidup. Dengan bikin rencana, maka mereka bisa mengantisipasi situasi-situasi tertentu yang bisa menghalangi mereka mencapai tujuannya. Justru itu yang bisa bikin kemampuan survive seseorang meningkat. (hal 87-88)
4. Hidup itu tidak adil sama sekali. Ada yang kaya sampai bingung bagaimana caranya  menghabiskan uang, ada yang miskin bahkan untuk makan sehari sekali pun susah. Ada yang punya kuasa-hanya menjentikkan jari dengan mudahnya bisa mendapatkan yang ia mau, ada yang tertindas. (hal 169-170)
5. Masa lalu adalah masa lalu, sesekali melihat mungkin perlu, tapi tidak perlu mencoba untuk mengulang lagi apa yang pernah terjadi. (hal 188)
6. Pernikahan itu nggak ada hubungannya sama jodoh-nggak jodoh. It's just another stage of life. Sama seperti stage kehidupan lain, untuk bertahan kita harus berusaha dan berjuang. (hal 201)

Catatan Kecil (CMIIW ya)
- Ada beberapa typo. Tapi masih wajar dan tidak terlalu mengganggu.
- Penggunaan sebutan 'bos' sebagai atasan dosen. Apakah maksudnya kepala prodi atau kepala jurusan atau dekan?
- Penggunaan kata 'pria' dan 'laki-laki'. Apakah ada perbedaan di antara kedua sebutan itu? Jika tidak, bukankah lebih baik menggunakan salah satunya saja?
- Di hal 14, Lanang memanggil Menina dengan sebutan 'Femme Metale', tetapi di halaman 81, sebutan untuk Menina adalah 'Femme Fatale'.
- Ada perubahan font di halaman 90 dan 114.

Kesan
Mbak Okke pinter nyelipin sindiran-sindiran untuk partai politik dan juga media. Pas!
Kegelisahan Menina juga dapet banget.
Aku kasih 3 bintang dari 5 bintang yang aku punya. 
Ditunggu deh karya-karya Mbak Okke selanjutnya ^^

2 comments:

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D