Tak Perlu Dikatakan

"Hei, boleh ngomong berdua sebentar?"

"Hahaha apaan sih. Yaudah ngomong aja. Tumben pake nanya dulu." Kuhentikan petikan gitarku ketika tiba-tiba Daniar mendekatiku.

"Boleh di sana?" Daniar menunjuk tempat lain. Aku memahami maksudnya: Menjauhi keramaian. Okelah. Aku ikuti saja. 

Tak juga sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Aku masih menunggu. Lama-lama kesal juga. Bukan! Aku tidak kesal karena menunggu. Aku terbiasa menunggunya dalam keseharian, ia lelet dalam segala hal. Mandi lama, jalan lama, menyiapkan bahan kuliah juga lama. Ya, kita bersama hampir setiap hari. Sudah seperti kembar tak terpisahkan. 

Ku tinju lengannya. Siapa tahu ia tertidur dalam keadaan berdiri dan lupa aku ada di sisinya.

"A-Aku... Em..." 

Ada apa ya? Daniar tak pernah segugup ini berhadapan denganku.

"Riko, k-kalau kita..."

"Kita apa?"

"A-aku suka... Em..."

Riko
Ku petik kembali gitar di tangan. Memainkan sebuah lagu. Kukatakan maaf melalui syair. Semoga kau mengerti, Daniar. Kau memang selalu di hati. Tetapi aku tetap ingin mempertahankan posisimu sebagai sahabat sejati sampai mati.

Daniar
Lagu itu... Lirik itu... Baiklah Riko. Kau tahu apa yang akan aku sampaikan tanpa harus ku katakan. Kau selalu tahu. Kuterima maafmu. 

Post a Comment

Heiho! Salam kenal.
Kritik di sini boleh lho. Saran malah lebih boleh lagi. Asal jangan SARA ya.
Terima kasih :D